Bahasa:
INDONESIA ENGLISH
BERANDA PETA SITUS PEMUTAKHIRAN Cari
 
 

 

 
     
 
 

KENDALI TAMPILAN CANTUMAN

KEPUSTAKAAN TERKAIT PRESIDEN

PRESIDEN-PRESIDEN RI

Soekarno
Masa Bakti 1945-1966
Soeharto
Masa Bakti 1966-1998
BJ. Habibie
Masa Bakti 1998-1999
Abdurrahman Wahid
Masa Bakti 1999-2001
Megawati Soekarnoputri
Masa Bakti 2001-2004
Susilo B. Yudhoyono
Masa Bakti 2004-2014
Joko Widodo
Masa Bakti 2014-
 

WAKIL PRESIDEN

Detail cantuman
< Kembali ke daftar >
Nama :

Drs. Mohammad Hatta

Panggilan :

Bung Hatta

Gender :

Laki-laki

Tempat Laihir :

Kampung Aur Tajungkang, Bukittinggi, Sumatera Barat

Tanggal Lahir :

12 Agustus 1902

Tahun Diangkat :

1945

Tahun Berhenti :

1956

Riwayat Singkat :

foto Drs. Mohammad Hatta Drs. H. Mohammad Hatta (disebut juga Bung Hatta, lahir di Bukittinggi 12 Agustus 1902 - meninggal di Jakarta 14 Maret 1980) adalah pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Nama yang diberikan oleh orang tuanya ketika dilahirkan adalah Muhammad Athar. Ia dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.

Latar belakang dan pendidikan
Hatta lahir dari keluarga ulama Minangkabau, Sumatra Barat. Ia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu, Bukittinggi, dan kemudian pada tahun 1913-1916 melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang. Saat usia 13 tahun, sebenarnya beliau telah lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia (kini Jakarta), namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat usianya yang masih muda. Akhirnya Bung Hatta melanjutkan studi ke MULO di Padang, baru kemudian pada tahun 1919 beliau pergi ke Batavia untuk studi di HBS. Beliau menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik, dan pada tahun 1921, Bung Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland Handelshogeschool (bahasa inggris: Rotterdam School of Commerce, kini menjadi Erasmus Universiteit). Di Belanda, ia kemudian tinggal selama 11 tahun.
Saat masih di sekolah menengah di Padang, Bung Hatta telah aktif di organisasi, antara lain sebagai bendahara pada organisasi Jong Sumatranen Bond cabang Padang.
Pada tangal 27 November 1956, Bung Hatta memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada di Yoyakarta. Pidato pengukuhannya berjudul �Lampau dan Datang�.
Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis.
Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas berangkat ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di Batavia, ia juga aktif di Jong Sumatranen Bond Pusat, juga sebagai Bendahara.
Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921. Ia segera bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres.
Perjuangan
Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond (JSB) Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca berbagai koran, bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim dalam Neratja.
Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. �Aku kagum melihat cara Abdul Moeis berpidato, aku asyik mendengarkan suaranya yang merdu setengah parau, terpesona oleh ayun katanya. Sampai saat itu aku belum pernah mendengarkan pidato yang begitu hebat menarik perhatian dan membakar semangat,� aku Hatta dalam Memoir-nya. Itulah Abdul Moeis: pengarang roman Salah Asuhan; aktivis partai Sarekat Islam; anggota Volksraad; dan pegiat dalam majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja, Hindia Baroe, serta Utusan Melayu dan Peroebahan.
Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas ia bertolak ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di sini, Hatta mulai aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong Sumatera, �Namaku Hindania!� begitulah judulnya. Berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk kawin lagi. Setelah ditinggal mati suaminya, Brahmana dari Hindustan, datanglah musafir dari Barat bernama Wolandia, yang kemudian meminangnya. �Tapi Wolandia terlalu miskin sehingga lebih mencintai hartaku daripada diriku dan menyia-nyiakan anak-anakku,� rutuk Hatta lewat Hindania.
Pemuda Hatta makin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam bacaan, pengalaman sebagai Bendahara JSB Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan asal Minangkabau yang mukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama anggota JSB: Bahder Djohan. Saban Sabtu, ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan keliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai tanah air. Pokok soal yang kerap pula mereka perbincangkan ialah perihal memajukan bahasa Melayu. Untuk itu, menurut Bahder Djohan perlu diadakan suatu majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itupun sudah ia beri nama Malaya. Antara mereka berdua sempat ada pembagian pekerjaan. Bahder Djohan akan mengutamakan perhatiannya pada persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada soal organisasi dan pembiayaan penerbitan. Namun, �Karena berbagai hal cita-cita kami itu tak dapat diteruskan,� kenang Hatta lagi dalam Memoir-nya.
Selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin kerjasama dengan percetakan surat kabar Neratja. Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada di Rotterdam, ia dipercaya sebagai koresponden. Suatu ketika pada medio tahun 1922, terjadi peristiwa yang mengemparkan Eropa, Turki yang dipandang sebagai kerajaan yang sedang runtuh (the sick man of Europe) memukul mundur tentara Yunani yang dijagokan oleh Inggris. Rentetan peristiwa itu Hatta pantau lalu ia tulis menjadi serial tulisan untuk Neratja di Batavia. Serial tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak pembaca, bahkan banyak surat kabar di tanah air yang mengutip tulisan-tulisan Hatta.
Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921. Ia segera bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres. Kondisi itu tercipta, tak lepas karena Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) menginisiasi penerbitan majalah Hindia Poetra oleh Indische Vereeniging mulai 1916. Hindia Poetra bersemboyan �Ma�moerlah Tanah Hindia! Kekallah Anak-Rakjatnya!� berisi informasi bagi para pelajar asal tanah air perihal kondisi di Nusantara, tak ketinggalan pula tersisip kritik terhadap sikap kolonial Belanda.
Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau ini tak lagi tersekat oleh ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi aktivis dari beragam latar belakang asal daerah. Lagipula, nama Indische �meski masih bermasalah� sudah mencerminkan kesatuan wilayah, yakni gugusan kepulauan di Nusantara yang secara politis diikat oleh sistem kolonialisme belanda. Dari sanalah mereka semua berasal.
Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi, sebagai Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie.
Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda, dan di sinilah ia bersahabat dengan nasionalis India, Jawaharlal Nehru. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang terkenal: Indonesia Free.
Pada tahun 1932 Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama Soetan Sjahrir, ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari 1934. Hatta diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun.
Pada tahun 1945, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI, bersama Bung Karno yang menjadi presiden RI.

Ringkasan:
Nama: Mohammad Hatta
Tempat/Tanggal lahir: Kampung Aur Tajungkang Bukittinggi, 12 Agustus 1902
Agama: Islam
Tempat/Tanggal wafat: Jakarta, 14 Maret 1980
PENDIDIKAN:
� Europese Lagere School (ELS) di Bukittinggi (lulus 1916)
� Meer Vitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Padang (lulus 1919)
� Handel Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang) di Jakarta (lulus 1921)
� Nederland Handelshogeschool di Rotterdam (tamat dengan gelar Drs, 1932)
PERJALANAN KARIER
� Bendahara Jong Sumatranen Bond di Padang (1916-1919)
� Bendahara Jong Sumatranen Bond di Jakarta dan mengurus majalah Jong Sumatra (1920-1921)
� Menjadi anggota Indonesische Vereniging (ketika belajar di Belanda) yang kemudian berubah menjadi Perhimpoenan Indonesia, dan menjadi Dewan Redaksi majalah Indonesia Merdeka (1922-1925)
� Ketua Pemuda Indonesia di Belanda (1925-1930)
� Sebagai wakil Indonesia dalam gerakan Liga Melawan Imperialisme dan Penjajahan, berkedudukan di Berlin (1927-1931)
� Ikut Konggres Demokratique International IV di Beirvile, Paris (1936)
� Ditangkap dan dipenjara di Den Haag, Belanda (23 September 1927-22 Maret 1928) karena tulisan-tulisannya di Majalah Indonesia Merdeka
� Kembali ke Indonesia (1932)
� Ketua Partai Pendidikan Nasional Indonesia (lazim disebut PNI baru) dan menangani majalah Daulat Rakyat (1934-1935)
� Dipenjarakan pemerintah Hindia Belanda di Glodok, Jakarta (1934)
� Dibuang ke Boven Digul, Papua (1934-1935)
� Dibuang ke Banda Naira (1935-1942)
� Dipindahkan ke Penjara di Sukabumi (Februari 1942)
� Dibebaskan dari penjara (9 Maret 1942)
� Kepala Kantor Penasihat pada pemerintah Bala Tentara Dai Nippon (April 1942)
� Diangkat menjadi salah satu pimpinan Pusat Tenaga Rakyat (Putera-1943)
� Anggota Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan-Mei 1945)
� Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI-7 Agustus 1945)
� Memproklamasikan Kemerdekaan RI bersama Soekarno (17 Agustus 1945)
� Wakil Presiden Indonesia I (18 Agustus 1945-1 Desember 1956)
� Mengeluarkan Maklumat Nomor X (16 Oktober 1945) yang memberikan kekuasaan untuk menentukan Garis-garis Besar Haluan Negara kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
� Mengeluarkan Maklumat Politik (1 November 1945) yang antara lain menyatakan bahwa Indonesia bersedia menyelesaikan sengketa dengan Belanda dengan cara diplomasi
� Mengeluarkan Maklumat (3 November 1945) yang membuka peluang berdirinya partai-partai politik
� Wakil Presiden merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (29 Januari 1948-Desember 1949)
� Ketua Delegasi Indonesia ke Konferensi Meja Bundar di Den Haag dan menerima penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana (1949)
� Wakil Presiden merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menlu dalam Kabinet RIS (Desember 1949-Agustus 1950)
KEGIATAN LAIN
� Menjadi Dosen di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat di Bandung (1951-1961)
� Menjadi Dosen di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta (1954-1959)
� Dosen Luar Biasa pada Universitas Hasanuddin (1966-1971)
� Penasihat Presiden dan Penasihat Komisi tentang masalah korupsi (1969)
� Dosen Luar Biasa Universitas Padjajaran Bandung (1967-1971)
� Ketua Panitia Lima yang bertugas memberikan perumusan penafsiran mengenai Pancasila (1975)
PENGHARGAAN
� Gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada (1956)
� Gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Hasanuddin (1973)
� Gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia (1975)
� Menerima tanda jasa Bintang Republik dari Presiden Soeharto (15 Agustus 1972)
KARYA TULIS
� Economische wereldbouw en machtstegenstellingen (1926)
� L�Indonesie et son problema de I�Independence (1927)
� Indonesia Vrij (1928)
� Tujuan dan Politik Pergerakan Nasional Indonesia (1931)
� Krisis Ekonomi dan Kapitalisme (1934)
� Perjanjian Volkenbond (1937)
� Mencari Volkenbond dari Abad ke Abad (1939)
� Rasionalisasi (1939)
� Penunjuk bagi Rakyat dalam Ekonomi, Teori, dan Praktek (1940)
� Alam Pikiran Yunani (1941)
� Perhubungan Bank dan Masyarakat di Indonesia (1942)
� Beberapa Pasal Ekonomi (1943)
� Portrait of a Patriot, Selected Writings (1972)
� Pikiran-pikiran dalam bidang Ekonomi untuk Mencapai Kemakmuran yang Merata (1974)
� Mohammad Hatta Memoir (1979)
KELUARGA
� Istri: Rahmi Hatta
� Anak:
o 1. Meutia Farida Hatta (21 Maret 1947)
o 2. Gemala Rabi�ah Hatta (1953)
o 3. Halidah Nuriah Hatta (25 Januari 1956)
� Orang tua Hatta:
o Kakek Hatta: Syekh Abdurrahman (dikenal sebagai Syekh Batuhampar)
o Bapak: Haji Muhammad Djamil (Ulama dari Batuhampar, Kabupaten Limapuluh Kota)
o Ibu: Saleha (Keluarga pengusaha terpandang dari Bukittinggi)
� Bung Hatta adalah anak bungsu dalam keluarga dengan rincian sebagai berikut:
o 1. Halimah (kakak, satu ayah lain ibu)
o 2. Rabiah (kakak, satu ayah lain ibu)
o 3. Rafiah (satu ayah, satu ibu)
o 4. Bung Hatta (anak bungsu)

Sumber:
Bung Hatta Kita, Yayasan Idayu (Jakarta, 1980)
Ensiklopedi Indonesia, 1982
Ensiklopedi Nasional Indonesia
Berita-berita Kompas
http://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Hatta

Foto Lainnya :

foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta foto Drs. Mohammad Hatta

< Kembali ke daftar >