Bahasa:
INDONESIA ENGLISH
BERANDA PETA SITUS PEMUTAKHIRAN Cari
 
 

 

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Masa Bakti 2001 - 2004

 
     
 
 

KENDALI TAMPILAN CANTUMAN

KEPUSTAKAAN TERKAIT PRESIDEN

PRESIDEN-PRESIDEN RI

Soekarno
Masa Bakti 1945-1966
Soeharto
Masa Bakti 1966-1998
BJ. Habibie
Masa Bakti 1998-1999
Abdurrahman Wahid
Masa Bakti 1999-2001
Megawati Soekarnoputri
Masa Bakti 2001-2004
Susilo B. Yudhoyono
Masa Bakti 2004-2014
Joko Widodo
Masa Bakti 2014-
 

KELUARGA

Detail cantuman
< Kembali ke daftar >
Nama :

Fatmawati

Hubungan :

Ibu

Riwayat Singkat :

foto Fatmawati Fatmawati merupakan putri dari pasangan Hasan Din dan Chadijah yang lahir pada tanggal 5 Februari 1923. Nama Fatmawati mempunyai arti bunga teratai (Lotus). Sehari-harinya Fatmawati kecil biasa dipanggil �Ma�, bukan Fat seperti di kemudian hari orang-orang memanggilnya. Ada suatu kejadian menarik ketika Fatmawati berusia empat tahun, seorang ahli nujum terkenal dari India membaca suratan tangan Hasan Din. Ahli Nujum tersebut mengatakan bahwa kelak jika anak perempuannya besar nanti akan mendapatkan jodoh orang yang mempunyai kedudukan tertinggi di negeri ini. Hasan Din tidak begitu saja mempercayai ramalan tersebut, karena di masa itu jabatan tertinggi dipegang oleh orang Belanda sementara orang pribumi paling tinggi menjabat sebagai Wedana. Ketika berusia enam tahun, Fatmawati dimasukkan ke Sekolah Gedang (Sekolah Rakyat) namun pada tahun 1930 dipindahkan ke sekolah berbahasa Belanda (HIS). Ketika duduk di kelas tiga, Fatmawati dipindahkan lagi oleh ayahnya ke sekolah HIS Muhammadiyah dan sebagai akibatnya Hasan Din harus meninggalkan pekerjaannya di Borsumij. Hasan Din menghadapi masalah ekonomi yang cukup berat dan untuk meringankan beban orang tuanya, Fatmawati membantu menjajakan kacang bawang yang digoreng oleh ibunya atau menunggui warung kecil di depan rumahnya. Akhirnya keluarga Hasan Din pindah ke kota Palembang dan mencoba membuka usaha percetakan, sementara itu Fatmawati melanjutkan sekolah kelas 4 dan kelas 5 di HIS Muhammadiyah Palembang. Suatu hari Fatmawati diajak oleh ayahnya untuk bersilaturahmi dengan seorang tokoh pergerakan yang dibuang ke Bengkulu, yaitu Ir. Soekarno. Kesan pertama Fatmawati terhadap Soekarno pada waktu itu adalah sosok yang tidak sombong, memiliki sinar mata berseri-seri, berbadan tegap serta tawanya lebar. Hubungan keluarga Soekarno dengan keluarga Hasan Din terjalin erat dengan adanya kesamaan pikir untuk memajukan serta merubah kehidupan bangsa yang semakin hari semakin tertindas. Dengan bantuan Soekarno pula Fatmawati dapat melanjutkan sekolah di RK Vakschool meski terbentur persyaratan untuk menyelesaikan sekolah HIS terlebih dahulu. Fatmawati yang telah menganggap dekat dengan keluarga Soekarno, bermaksud meminta pandangan Soekarno tentang pinangan seorang pemuda anak Wedana. Ketika hal tersebut disampaikan, Fatmawati melihat perubahan raut wajah Soekarno dan akhirnya dengan suara pelan dan berat Soekarno mengeluarkan isi hatinya. Fatmawati sangat kaget ketika mendengar bahwa sebenarnya Soekarno telah jatuh cinta seja pandangan pertama kepadanya namun hal itu tidak diungkapkan karena Fatmawati masih terlalu muda. Fatmawati sangat gelisah, sebagai seorang wanita ia tidak mau mengkhianati kaumnya karena Soekarno telah beristri sehingga akhirnya disampaikan kegelisahan tersebut pada ayahnya. Tidak lama setelah itu terdengar kabar bahwa rumah tangga Soekarno dengan Inggit Garnasih telah berakhir. Fatmawati dan Bung Karno sempat terpisah akibat suasana peralihan yang cepat dari kekuasaan penjajah Belanda kepada tentara Jepang, namun melalui teman-temannya Bung Karno memberi kabar serta mengatur jalan menuju keperkawinan. Fatmawati menikah dengan Soekarno ketika berusia 20 tahun pada bulan Juli 1942. Seusai pernikahan, Fatmawati meninggalkan kota Bengkulu dengan diiringi kedua orang tuanya menuju kota Jakarta. Hubungan Fatmawati dengan suaminya sangat harmonis, Soekarno membuka pandangan-pandangannya tentang perjuangan bangsa Indonesia dan selalu memberinya perhatian.Tahun 1944 Fatmawati melahirkan putra pertamanya yang diberi nama Muhammad Guntur Soekarno Putra. Para petinggi Jepang yang mengenal dekat Bung Karno juga menyambut gembira kelahiran ini, bahkan Jendral Yamamoto menamai Muhammad Guntur dengan nama Osamu. Mendekati pertengahan Agustus 1945 mulai terdengar kekalahan Jepang dan puncaknya pada tanggal 14 Agustus Jepang bertekuk lutut pada tentara Sekutu. Fatmawati menghadapi masalah yang sangat pelik ketika Bung Karno dan Bung Hatta mendapat tuduhan sebagai antek-antek Jepang, namun Fatmawati tetap yakin bahwa suaminya tidak mungkin menghianati perjuangan bangsa Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Fatmawati melihat banyaknya orang berkumpul di rumahnya dan memanggil Bung Karno agar segera keluar dari rumah dan mengambil tindakan. Pagi itu juga, sekitar pukul sembilan bertempat di Pegangsaan Timur Jakarta, dibacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Setelah pembacaan Proklamasi, situasi Jakarta semakin gawat sehingga pada tanggal 19 September, Bung Karno berpidato yang dihadiri ribuan rakyat di lapangan Ikada Jakarta.
Dalam mendampingi Bung Karno sebagai Presiden, penampilan Fatmawati tetap sederhana, ia memberikan teladan yang baik bagi kaum perempuan Indonesia baik dalam bersikap, bertingkah laku maupun dalam berpakaian. Kemanapun pergi, Fatmawati selalu memakai kerudung yang menjadi ciri khasnya dan Bung Karno selalu memujinya. Fatmawati juga mendampingi Bung Karno ketika terpaksa harus hijrah ke Yogyakarta dan kemudian melahirkan anak kedua yang diberi nama Megawati Soekarno Putri. Kelahiran anak keduanya ini tepat pada saat beduk adzan Maghrib berbunyi pada tanggal 23 Januari 1946 dan ditandai dengan turunnya hujan yang sangat lebat disertai bunyi halilintar. Hal yang paling membuat hatinya pilu adalah ketika ia dituntut untuk mandiri karena Bung Karno dan Bung Hatta harus diasingkan ke Pulau Bangka, sementara keluarganya tidak diperbolehkan turut serta. Ketika peperangan usai, Soekarno � Hatta kembali ke Yogyakarta dan kemudian dilantik sebagai Presiden RIS dan wakilnya untuk kemudian pindah ke Jakarta. Pada tanggal 27 September 1951 Fatmawati melahirkan anak perempuan lagi yang diberi nama Dyah Permana Rachmawati. Menyusul kemudian anak keempat yang diberi nama Dyah Mutiara Sukmawati. Keinginan Fatmawati memiliki anak laki-laki lagi terkabul dengan lahirnya Muhammad Guntur Irianto Sukarno Putra pada 13 Januari 1953. Setelah melahirkan Guntur, Soekarno meminta ijin untuk menikah lagi dengan Hartini dan Fatmawati meminta Soekarno untuk mengembalikannya lagi kepada orang tua serta menyelesaikan permasalahan secepatnya. Fatmawati tetap berprinsip tidak menyetujui poligami yang menginjak martabat wanita dan ia memilih berpisah dengan suaminya. Fatmawati meninggal dunia pada tanggal 14 Mei 1980, setelah ia menunaikan ibadah Umroh karena terkena serangan penyakit jantung ketika pesawat singgah di Kuala Lumpur dalam penerbangan menuju Jakarta dari Mekkah. Jenasahnya dikebumikan di pemakaman umum Karet Jakarta.

Sumber : Ibu Indonesia Dalam Kenangan oleh Nurinwa Ki S. Hendrowinoto, dkk. Diterbitkan oleh Bank Naskah Gramedia bekerja sama dengan Yayasan Biografi Indonesia, 2004

< Kembali ke daftar >