Language:
INDONESIA ENGLISH
HOME SITE MAP SITE MAINTENANCE Go
 
 

 

 

 
     
 

RECORD DISPLAY CONTROL

NATIONAL ELECTION

PRESIDENTS OF INDONESIA

Soekarno
Period 1945-1966
Soeharto
Period 1966-1998
BJ. Habibie
Period 1998-1999
Abdurrahman Wahid
Period 1999-2001
Megawati Soekarnoputri
Period 2001-2004
Susilo B. Yudhoyono
Period 2004-2014

PRESIDENTIAL PALACES

 

IMPLEMENTATION OF ELECTIONS

Election Details
< back to the list >

Pemilihan Umum Tahun 1971
Implemented by 5 Juli 1971
Number of Contestants : 10 parties

 

Ketika Orde Baru berkuasa, Indonesia telah menyelenggarakan pemilu yang pertama kali yaitu dimulai pada 5 Juli 1971. Meskipun demikian, pelaksanaan pemilu dibawah Orde Baru memiliki karakter yang berbeda dengan pemilu yang dikenal negara-negara demokrasi pada umumnya. Jika di negara demokrasi karakter pemilu dibangun diatas prinsip free and fair baik dalam struktur dan proses pemilu, sebaliknya, Orde Baru justru menghindari penerapan prinsip tersebut. Yang terjadi kemudian adalah ketidak seimbangan kontestasi antar peserta pemilu dan hasil pemilu tidak mencerminkan aspirasi dan kedaulatan rakyat. Pelaksanaan Pemilu diataur melalui cara-cara tertentu untuk kelanggengan kekuasaan Orde Baru itu sendiri.

Ada beberapa hal mendasar yang menjadikan pemilu-pemilu selama Orde Baru berkuasa tidak dikatagorikan sebagai pemilu yang demokratis. pertama, terlalu dominannya peranan pemerintah, dan sebaliknya, amat minimnya keterlibatan masyarakat hampir di semua tingkatan kelembagaan maupun proses pemilu. Dominasi pemerintah yang terlalu besar terlihat dalam postur kelembagaan penyelenggara pemilu dari tingkat pusat hingga struktur kepanitiaan terendah yang didominasi pemerintah. Kalupun melibatkan unsur diluar pemerintah tidak lebih pada aksesoris belaka.

Proses pemilu tidak berlangsung fair karena adanya pemihakan pemerintah kepada salah satu organisasi peserta pemilu, yaitu Golkar. Birokrasi dengan monoloyalitasnya dan militer mendukung Golkar untuk mencapai kemenangan.

Monopoli pemerintah dalam salah satu proses pemilu yang terpenting, yakni penghitungan suara. Pada tahap ini, hampir tidak ada peluang bagi OPP di luar Golkar mengikuti dan terlibat secara penuh dalam penghitungan suara, kecuali ditingkat tempat pemungutan suara.

Ketika Presiden Suharto mulai memegang tampuk kekuasaan, pemilu pertama kali berdasarkan ketetapan MPRS Nomor XI Tahun 1966 seharusnya diselenggarakan selambat-lambatnya 6 Juli 1968. Namun Pejabat Presiden Suharto kemudian menyatakan pemilu tidak dapat dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan. MPRS akhirnya menjadwal ulang pemilu dengan menetapkan pemilu paling lambat 5 Juli 1971. Penundaan pemilu tersebut sebenarnya tersembunyi sebuah kepentingan. Bahkan, penundaan ini dapat disebut sebagai politik pemilu pertama Orde Baru untuk mempersiapkan jalan agar kekuasaan langgeng.

Agar Orde Baru survive adalah mempersiapkan mesin politik yang akan mendukung kekuasaannya untuk berlaga dalam pemilu. Langkah yang diambil adalah mengkonsolidasikan Sekber Golkar untuk menjadi pendukung Pemerintahan Baru. Proses konsolidasi Sekber Golkar tidak berjalan sederhana sebab meskipun tokoh-tokohnya berafiliasi dengan militer, sebagian besar perwira itu adalah Sukarnois. Selain itu, keanggotaannya banyak berasal dari politisi dan intelektual yang terkadang menunjukkan sikap independen. Langkah yang diambil kemudian adalah restrukturisasi Sekber Golkar ke dalam tujuh kelompok organisasi induk (Kino) yaitu Kosgoro, MKGR, Soksi, Ormas Hankam, Gakari, Karya Profesi, dan Karya Pembangunan. Yang terakhir adalah organisasi baru yang menampung kaum intelektual dan politisi Orde Baru yang modernis dan berpikiran reformis. Dibantu oleh sekutu sipil ini kemudian di Sekber Golkar dibentuk Electoral Machine yang disebut Badan Pengendalian Pemilihan Umum. Tugas badan ini adalah memperluas pengaruh organisasi keseluruh negeri. Berkat bantuan fasilitas jaringan intelejen operasi khusus (Opsus) politik monoloyalitas yang diatur Mendagri kesemua pegawai negeri, dan penugasan perwira militer sebagai pengelola cabang-cabang lokal sekber Golkar di seluruh negeri menjadikan pengaruh organisasi tersebar secara efektif ke dalam masyarakat di seluruh Indonesia.

Pada Pemilihan Umum Tahun 1971, hasil dan proses ini terlihat sangat jelas. Golkar, yang saat itu tidak mau disebut sebagai partai politik, memperoleh kemenangan besar, yaitu 63,8 % suara pemilih.

Politik pemilu selanjutnya adalah mengeluarkan kebijakan penyederhanaan partai politik melalui fusi. Penyederhanaan partai pada dasarnya adalah kontinuitas dari yang pernah dirintis oleh Sukarno. pada tahun 1960 Presiden Sukarno telah mengurangi jumlah partai politik dari kira-kira 25 menjadi 10 yaitu PNI, Partindo, IPKI, NU, PSII, Perti, Parkindo dan Partai Katolik, PKI serta Murba yang sesungguhnya representasi dari ideologi Nasionalis, Islam, Kristen dan marxisme. Sebelumnya, Masyumi dibubarkan oleh Sukarno karena dituduh terlibat dalam pembrontakan PRRI Sumatera Barat yang kemudian tidak terbukti. Setelah peralihan kekuasaan tahun 1966, PKI dibubarkan dan Partindo ditindas. dan sebuah partai Islam (Parmusi) pada tahun 1968 dibentuk. Kesembilan partai tersebut yang kemudian menjadi kontestan dalam Pemilu 1971.

Dasar-dasar bagi politik penyederhanaan partai dilakukan satu tahun sebelum pemilu pertama era Orde Baru digelar, Februari 1970. Kala itu, Suharto bertemu dengan pimpinan partai untuk membahasa rencana pemerintah mengurangi jumlah partai. Pertemuan ini menghasilkan pembentukan dua kelompok koalisi di dalam DPR, Maret 1970 yaitu Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri dari PNI, IPKI, Murba, Parkindo, dan Partai Katolik; dan Kelompok Persatuan Pembangunan, yang terdiri dari NU, Parmusi, PSII, dan Perti.

Pemilihan Umum Tahun 1971, pemilu pertama era Orde Baru yang dilaksanakan dibawah payung hukum Undang-undang Nomor 15 Tahun 1969 Tentang Pemilu. Yang menjadi Pemilih adalah warganegara yang telah burusia 17 tahun dan atau sudah menikah. Prosedur pendaftarannya adalah sistem stelsel pasif, yaitu pemerintah mempunyai kewajiban mendaftar semua warga negara yang memiliki hak pilih.

Penduduk Pemilih pada Pemilihan Umum tahun 1971 adalah berjumlah 58.558.776 dari jumlah penduduk Republik Indonesia yang pada waktu itu berjumlah 77.654.492.

(dari berbagai sumber)

Vote Result :
No.
Party Name
Number of Votes
Number of Representatives

1.

Partai Katolik (Indonesia)

607

3

2.

PARTAI SYARIKAT ISLAM INDONESIA

1308237

10

3.

Nahdlatul Ulama 1971

10213650

58

4.

Partai Muslimin Indonesia

2930746

24

5.

Partai Golongan Karya

34348673

236

6.

Partai Kristen Indonesia

733359

7

7.

Partai Musyawarah Rakyat Banyak

49000

0

8.

PARTAI NASIONAL INDONESIA - MASSA MARHAEN

3793266

20

9.

PersatuanTtarbiyah Islamiyah

381309

2

10.

Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia

338403

0

 
< back to the list >