Bahasa:
INDONESIA ENGLISH
BERANDA PETA SITUS PEMUTAKHIRAN Cari
 
 

 

SOEHARTO

Masa Bakti 1966 - 1998

 
     
 
 

KENDALI TAMPILAN CANTUMAN

KEPUSTAKAAN TERKAIT PRESIDEN

PRESIDEN-PRESIDEN RI

Soekarno
Masa Bakti 1945-1966
Soeharto
Masa Bakti 1966-1998
BJ. Habibie
Masa Bakti 1998-1999
Abdurrahman Wahid
Masa Bakti 1999-2001
Megawati Soekarnoputri
Masa Bakti 2001-2004
Susilo B. Yudhoyono
Masa Bakti 2004-2014
Joko Widodo
Masa Bakti 2014-
 

PEJABAT KABINET

Detail cantuman
< Kembali ke daftar >
Nama

:

Jenderal Polisi (Purn) Prof. Dr. Awaludin Djamin, Drs., MPA

Gender

:

Laki-Laki

Tempat Lahir

:

Padang, Sumatera Barat,

Tanggal Lahir

:

26 September 1927

Riwayat Hidup

:

- SMP, Padang (1945)

- SMA, Bukittinggi (1948)

- Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta (1955)

- Universitas Pittsburg, AS (Master of Public Administration)

- Universitas Southern California, AS (Doktor, 1963)



Riwayat Karir

:

Komisaris Polisi Tingkat I, Jawatan Kepolisian Negara, Jakarta (1955)

- Kepala Seksi Umum Sekretariat Jawatan Kepolisian Negara (1958)

- Lektor Luar Biasa dan Guru Besar PTIK dan Seskopol (1964- sekarang)

- Direktur Kekaryaan Departemen Angkatan Kepolisian (Depak), Jakarta (1964)

- Anggota DPR-GR (1964-1966)

- Anggota Musyawarah Pembantu Perencana Pembangunan Nasional (1965)

- Menteri Tenaga Kerja (1966-1968)

- Anggota MPRS (1966-1971)

- Deputi Kapolri Urusan Khusus (1968-1971)

- Penasihat Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara (1968)

- Dosen Sekolah Staf dan Pimpinan Pekerjaan Umum (1968)

- Ketua Dewan Penasihat Ahli Menteri Tenaga Kerja (1968)

- Direktur Lembaga Administrasi Negara (1971-1976)

- Anggota MPR (1972-1997)

- Duta Besar RI untuk Jerman Barat (1976-1978)

- Kepala Kepolisian RI (1978-1982)

- Rektor Universitas Pancasila (1983-1995)

- Ketua Dewan Pengawas Perum Astek (1983-?)

- Anggota Dewan Pertimbangan Agung (1983-1988)

- Dekan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (1986-?)

- Guru Besar FISIP UI dan Pasca Sarjana Ilmu Kepolisian (1986-?)

- Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Polri

- Ketua Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional





Jabatan Struktural/Organisasi:

1. Ketua Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) tahun 1998-2003

2. Dekan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK)



Riwayat Pendidikan:

1. Doktorandus di PTIK (tahun 1955)

2. MPA dari University of Pittsburgh, USA

3. Doctor dari University of Southern California USA (tahun 1963)



Riwayat Pekerjaan:

1. Menteri Tenaga Kerja RI Tahun 1966-1968

2. Anggota DPR-RI/MPRS Tahun 1964-1971

3. Anggota MPR-RI Tahun 1972-1997

4. Penasihat Ahli Menpan/Ketua Tim Pembantu Presiden untuk Penyempurnaan Administasi dan Aparatur Pemerintah Negara Tahun 1966-1976

5. Penasihat FBSI

6. Anggota Dewan Pembina SPSI

7. Deputi Kapolri Urusan Khusus Tahun 1986-1971

8. Ketua Tim Ahli/Penasihat Menteri Tenaga Kerja

9. Pendiri/Ketua Harian Yayasan Tenaga Kerja Indonesia (YTKI)

10. Ketua Lembaga Administrasi Negara Tahun 1971-1976

11. Anggota Board, Asian Center for Development Administration (ACDA) di Kuala Lumpur

12. Anggota Executive Board, Eastern Regional Organization for Public Administation (EROPA)

13. Duta Besar RI untuk Republik Federasi Jerman (RFJ) Tahun 1976--1978

14. Kepala Kepolisian Republik Indonesia Tahun 1978--1982

15. Guru Besar FISIP - Universitas Indonesia

16. Anggota Dewan Pertimbangan Agung RI Tahun 1983--1988

17. Sekretaris/Anggota Dewan Pembina Golkar

18. Penasihat Kapolri Urusan Kerjasama Luar Negeri

19. Ketua Umum Asuransi Jaminan Sosial Indonesia (AJSI)

20. President Asean Social Security Association (ASSA)

21. Anggota Dewan Penasihat/Wakil Ketua Dewan Kehormatan KADIN

22. Penasihat Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (BMPTSI)

23. Anggota Dewan Paripurna Legiun Veteran

24. Rektor Universitas Pancasila Tahun 1983--1985

25. Anggota Executive Committee International Association of University President (IAUP)

26. Ketua Dewan Pembina/Dewan Penasihat Perhimpunan Alumni Jerman

27. Dekan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian

28. Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) Tahun 1993--1998

29. Ketua Dewan Penasihat Ahli Kapolri



Tanda Jasa/Penghargaan:

1. Bintang Mahaputra Adipradana

2. Bintang Dharma

3. Bintang Bhayangkara Utama

4. Bintang Bhayangkara Pertama

5. Bintang Bhayangkara Nararya

6. Satya Lencana Perang Kemerdekaan I dan II

7. Satya Lencana Karya Bhakti

8. Satya Lencana Yana Utama

9. Satya Lencana Pancawarsa III

10. Satya Lencana Peringkat Perjuangan Kemerdekaan RI

11. Satya Lencana Penegak dan Veteran Pejuang Kemerdekaan

12. Tanda Jasa Grosskeruz des Bunderver-dienstordens dari Pemerintah Republik Federasi Jerman

13. The Philippine Legion of Honor dari Pemerintah Filipina



Alamat Rumah:

Jalan Daha III No.7, Kebayoran baru, Jakarta Selatan, Telp. 021-7390825



Meskipun telah lama pensiun dari dinas kepolisian, Awaloeddin tetap memperhatikan intitusi yang telah membesarkan namanya. Awaloeddin pun kerap memberi masukan atau kritik, diminta atau tidak, kepada para petinggi Polri. Awaloeddin memang salah seorang polisi yang intelek. Ia adalah polisi pertama di Indonesia yang mendapat gelar profesor doktor.



Pada 12 Juni 1982, ia dikukuhkan sebagai guru besar tidak tetap pada Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia. Pidato pengukuhannya berjudul Praktek Administrasi Negara Republik Indonesia dan Perkembangan Ilmu Administrasi.



Menurutnya, kemampuan Polri kini sangat tidak memadai, baik dalam hal jumlah, profesionalisme, kecanggihan peralatan dan sebagainya. Sehingga berbagai kasus kejahatan mulai dari uang palsu, narkoba, dan teror bom, sangat sukar dibongkar oleh Polri.



Mengenai aksi teror bom, Awaloeddin menyatakan, itu memang persoalan yang sulit, bahkan sampai pada tingkat dunia pun tidak gampang membongkar kasus teror. "Semua itu membutuhkan kecanggihan teknis, di samping keberanian masyarakat yang berada di lokasi peristiwa untuk melapor," katanya.



Menurut mantan anggota MPR (1966-1971) itu, oleh orde baru

mutu Kepolisian Indonesia jauh merosot dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Ketika Indonesia pernah menganut sistem federal, aparat kepolisian berbanding 1 dengan 500 warga dan hal itu memenuhi standar PBB. Namun, sejak orba atau lebih 30 tahun, perbandingan antara polisi dengan masyarakat 1 berbanding 1200 orang. Perbandingan tersebut sangat tidak ideal.



Ia mengatakan, momentum reformasi yang memisahkan anggota Polri dari TNI adalah langkah awal untuk membenahi kemandirian aparat kepolisian. Salah satu yang harus ditempuh pemerintah agar polisi menjadi mandiri adalah aparat kepolisian langsung dibawah Presiden RI. Kedua, masalah anggaran juga harus dipercaya penuh kepada Polri.



Pada peluncuran bukunya yang berjudul Polri Mandiri Yang Profesional, Pengayom, Pelindung, Pelayan Masyarakat, di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta, mantan Kapolri ini mengatakan, polisi Indonesia adalah polisi nasional yang tidak memihak kepada golongan manapun. Aparat kepolisian adalah penegak hukum dan memberantas segala macam bentuk kejahatan.



Karena itu, ia tidak sepaham jika diterapkan sistem pengangkatan Kapolda dipilih oleh anggota DPRD. Sebab dikhawatirkan aparat kepolisian akan dijadikan alat setiap parpol untuk menghantam lawan politiknya.



Awaloeddin lahir di Padang, Sumatera Barat, 26 September 1927. Sebelum mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), ia sempat terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia selama setahun. Putra sulung Pak Djamin ini lulus PTIK tahun 1955. Awaloeddin tampaknya bukan orang cepat merasa puas dengan ilmu yang diperolehnya. Ketika ada kesempatan, ia mengikuti program Graduate School of Public and International Affair di Universitas Pittsburg, AS, dan mendapat gelar MPA. Gelar doktor ia peroleh dari School of Public Administration, Universitas California Selatan pada 1963.



Karirnya sebagai polisi diawali sebagai Komisaris Polisi Tingkat I, Jawatan Kepolisian Negara, Jakarta tahun 1955. Namun, untuk mencapai posisi puncak sebagai Kepala Polri tahun 1978-1982, ia melewati berbagai tugas dan jabatan tidak hanya di lingkungan kepolisian. Selain pernah menjadi anggota DPR, ia juga sempat menjadi menteri tenaga kerja tahun 1966-1968. Bahkan, sebelum ditarik untuk memimpin Polri, ia lebih dulu menduduki posisi Duta Besar untuk Jerman Barat periode tahun 1976-1978. Tak heran, sebelum pelantikan ia sibuk mempersiapkan diri dan latihan baris-berbaris. Sebelum acara pelantikan oleh Presiden, Menhankam (waktu itu) Jenderal Jusuf sempat berseloroh, 'Bagaimana, sudah pintar baris-berbaris?'



Suami Poppy -- putri Almarhum Ir. Djuanda - itu dilantik sebagai Kepala Kepolisian RI pada 26 September 1978. Saat itu kondisi kepolisian di Tanah Air tengah dirundung berbagai masalah. Antara lain, citra hamba hukum ini di mata masyarakat kurang menggembirakan. Setelah mempelajari situasi dengan saksama, jenderal lulusan ilmu administrasi ini mengeluarkan berbagai kebijaksanaan dalam rangka membenahi Polri. Ribuan anggota Polri yang ketahuan melakukan pelanggaran ditindak tegas. Sistem keamanan lingkungan (siskamling) --gagasan yang mengikutsertakan masyarakat menjaga keamanan lingkungannya-- berhasil meredakan kejahatan di lingkungan pemukiman.



Ketika merebak wacana pemisahan Polri dengan TNI dan Dephankam, disambutnya dengan baik. Pemisahan ini, kata Awaloeddin, adalah sebuah keharusan. Sebab, sejak Polri berada di bawah ABRI/TNI tahun 1969, Polri lebih banyak menderita kerugian, daripada keuntungan. Kerugian itu bukan hanya dalam soal anggaran, juga dalam hal profesionalisme. Ia menunjuk contoh, selama bergabung dengan ABRI/TNI, personil Polri kurang memperoleh kesempatan untuk menimba ilmu ke luar negeri.



Dulu, papar Awaloeddin, Polri sebenarnya sudah mandiri, tidak ada yang bisa ikut campur. Pada sistem parlementer pun, Polri mandiri. "Puncak kemandirian Polri terjadi pada tahun 1950-an hingga 1969. Sayangnya, ini tidak banyak diketahui orang," ujar mantan Dekan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini.



Pada masa kecilnya, ia terdaftar sebagai anggota Tentara Pelajar (TP) dan bergerilya di kawasan Koto Tinggi dan sekitarnya, di Sumatera Barat. Setelah Aksi Militer Kedua, Pemerintah Darurat RI (PDRI), atas mandat pusat, melanjutkan perjuangan dengan cara bergerilya sekaligus berpangkalan di daerah itu. Awaluddin bergabung, sekalipun, seperti dikatakannya sendiri, 'Saya apalah waktu itu, masih ingusan."



Awaloeddin menerima berbagai bintang penghargaan dari dalam dan luar negeri. Dari pemerintah RI ia mendapat Bintang Bhayangkara Nararya, Satya Lencana Peringatan Kemerdekaan RI, dan Bintang Mahaputra Adiprana. Dari Filipina ia menerima The Philippine Legion of Honor. Dari Republik Federasi Jerman ia mendapat Tanda Kehormatan Grosskreuz Des Bundesverdinsterdens.

Jabatan Dalam Kabinet

:

  1. Menteri Tenaga Kerja dalam kabinet Ampera II masa kerja 17 Oktober 1967 - 6 Juni 1968

Keterangan Tambahan

:

[Data tidak dicantumkan]

Lampiran Foto :

< Kembali ke daftar >