Bahasa:
INDONESIA ENGLISH
BERANDA PETA SITUS PEMUTAKHIRAN Cari
 
 

 

 

 
     
 

KENDALI TAMPILAN CANTUMAN

PEMILIHAN UMUM

PRESIDEN-PRESIDEN RI

Soekarno
Masa Bakti 1945-1966
Soeharto
Masa Bakti 1966-1998
BJ. Habibie
Masa Bakti 1998-1999
Abdurrahman Wahid
Masa Bakti 1999-2001
Megawati Soekarnoputri
Masa Bakti 2001-2004
Susilo B. Yudhoyono
Masa Bakti 2004-2014
Joko Widodo
Masa Bakti 2014-

ISTANA-ISTANA PRESIDEN

 

DIREKTORI TOKOH POLITIK

Detail cantuman
< Kembali ke daftar >
Nama
:

Dr. H. ANWAR SANUSI, SH, S.Pel, MM

Gender
:

Laki-Laki

Tempat lahir
:

Indramayu, Jawa Barat

Tanggal lahir
:

11-09-1963

Jabatan Partai
:

Anggota

Riwayat Hidup
:

Dr. H. ANWAR SANUSI, SH, S.Pel, MM

MENGAWAL SYARIAH ISLAM DALAM PRODUK UU DPR

Yang diperjuangkan adalah aspirasi rakyat, ia berasal dari Partai Islam, maka hal-hal yang berhubungan dengan Syariat Islam, dikawalnya, dan berusaha memasukkan prinsip-prinsip Syariat Islam dalam undang-undang, khususnya yang berhubungan dengan perekonomian.

Kalau politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di DPR menguasai persoalan Islam dan bagaimana memperjuangkan nilai-nilai agama samawi itu dalam produk politik, adalah hal yang sangat wajar, mengingat visi dan misi partai hasil fusi partai-partai Islam pada 1973 memang demikian.

Tetapi, mencari figur yang menguasai soal Islam dan sekaligus masalah ekonomi dan transportasi laut, boleh dibilang jarang. Di antara sedikit politisi itu, adalah Dr. H. ANWAR SANUSI, SH, S.Pel, MM, Ketua Pengurus Harian Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP), yang juga Ketua Umum Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Organisasi Massa Islam yang ketika masih berstatus sebagai Partai Islam merupakan salah satu pendiri PPP, disamping PARMUSI. NU, dan Syarikat Islam.

Pria kelahiran Indramayu, 11 September 1953 ini adalah Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang membidangi Perindustrian, Perdagangan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Koperasi dan UKM, Penanaman Modal, KPPU, BSNI, BPKN, dan DEKOPIN. Penampilannya yang sederhana, murah senyum memperlihatkan sosok politisi berpengalaman. Meskipun telah menjadi seorang politikus yang disegani, pendidikan tetap menjadi salah satu prioritas yang tak bisa dilepaskannya.

Meskipun jabatan Ketua (Rektor) telah dipegangnya di salah satu perguruan tinggi terkemuka di Jakarta, ayah tiga anak dan tiga cucu ini, masih merasa perlu untuk terus menimba ilmu. Kini, sang Doktor Ekonomi ini, tengah berjuang untuk melengkapi seluruh persyaratan untuk menjadi seorang Guru Besar (Profesor) di bidang Ilmu Ekonomi.

Perjuangan politiknya di DPR memasukkan nilai-nilai Islam, terutama pada periode awal duduk sebagai wakil rakyat hasil Pemilu 1997 atau DPR masa bakti 1997-1999 menurut pengakuan Anwar Sanusi, telah berhasil memasukan lima prinsip syariah dalam UU No. 10 tahun 1998 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Lima prinsip syariah itu, yakni prinsip mudharabah (bagi hasil pemodal dan pengelola), musyarakah (bagi hasil sesuai modal), murabahah (jual beli), ijarah (sewa), dan ijarah wa iqtina (sewa beli). Menurut Anwar, itu adalah payung dari ekonomi syariah khususnya perbankan syariah, dan dengan disahkannya undang-undang tersebut maka mulai tahun 1998, secara resmi di Indonesia berlaku sistem perbankan konvensional (umum) dan sistem perbankan syariah.

�Dalam undang-undang perbankan sebelumnya (UU No.7 Tahun 1972). tercantum lebih mendahulukan rentabilitas daripada liquiditas, Anwar berfikir bahwa frasa ini harus diubah, dan berdasarkan pengalamannya bekerja di bank, maka dengan alasan yang logis akhirnya diterima oleh seluruh fraksi bahwa memang diakui, seyogyanya likuiditas perusahaan harus didahulukan daripada rentabilitas, kemudian barulah solvabilitas. Ketika itu 1998, krisis moneter sedang melanda hebat di Indonesia dan puluhan perusahaan perbankan gulung tikar, dengan analisis yang sederhana, Anwar berpendapat bahwa penyebab kebangkrutan tadi karena para bankir tidak melaksanakan prinsip pemberian kredit secara baik dan benar. �Lima prinsip dalam pemberian kredit perbankan yang dikenal dengan 5 C ( character, capacity, condition of economic, capital, dan collateral) telah dilanggar,� jelas Anwar.

Dalam keseharian sebagai wakil rakyat, Anwar Sanusi lebih banyak menggeluti persoalan yang menjadi bidang tugasnya, terutama soal Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, juga tentang Kinerja ratusan Badan Usaha Milik Negara. Di samping itu, perjuangannya untuk tetap memasukkan nilai-nilai Islam dalam setiap produk undang-undang terus menggelora, terutama ketika terlibat secara aktif dalam pembahasan undang-undang yang berkaitan erat dengan masalah perekonomian. Hal ini terlihat ketika membahas undang-undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), ia tidak lupa memasukkan prinsip-prinsip syariah, baik dalam hal pembiayaan, asuransi, maupun dalam hal penjaminan.

Mengenai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Anwar Sanusi menjelaskan, bahwa saat ini jumlahnya ada 139 perusahaan, dengan nilai kekayaan, kurang lebih 2500 triliun rupiah, sayangnya, kinerja sebagian besar BUMN kurang optimal, dan masih memerlukan terapi khusus untuk menyehatkan dan meningkatkan kinerjanya.

Posisi BUMN memiliki dua fungsi, yaitu profit oriented, dan agent of development atau public service obligation. Misalnya, perusahaan Kereta Api, sebenarnya tidak perlu harus mendapatkan keuntungan, tapi yang penting bagaimana dia memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Contoh lain, perusahaan BULOG, seyogyanya berfungsi sebagai pengadaan kebutuhan pokok masyarakat termasuk menjaga kestabilan harga-harga barang, tidak perlu harus untung, asalkan peranannya jelas memberikan manfaat kepada masyarakat.

Dewan Perwakilan Rakyat, memiliki 3(tiga) fungsi ; pertama, legislasi, yaitu membentuk undang-undang bersama-sama dengan Pemerintah, di mana sebagai legislator harus memahami minimal 3 (tiga) aspek, yakni aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis. Kedua, pengawasan, di mana sebagai seorang anggota Dewan, harus melakukan pengawasan, baik pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, maupun pengawasan terhadap program pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah. Ketiga, Anggaran (Budgeting), yaitu membahas anggaran yang diajukan oleh Pemerintah, berbasiskan kinerja, sehingga dapat diukur tingkat penyerapan dan manfaatnya bagi masyarakat luas.

Anwar Sanusi, memperoleh gelar Doktor dalam bidang ekonomi dengan predikat cum laude, mempertahankan disertasinya dengan substansi judul kinerja Badan Usaha Milik Negara, di mana dari hasil penelitiannya dikemukakan bahwa untuk meningkatkan kinerja BUMN diperlukan 3 (tiga) resep, yaitu ; Penerapan Good Corporate Governance, Professional Leadership, dan Market Oriented. Good Corporate Governance (GCG) akan berhasil dengan baik, jika diterapkan dengan memperhatikan 5(lima) asas, yaitu transparency, accountability, responsibility, independence, and fairness. Professional Leadership, terkandung di dalamnya unsur meryt system recruitment, education and experience, dan high morality. Sedangkan yang dimaksud dengan Market Oriented, dengan menangkap keinginan pasar, antara lain, customer service, product diversification, dan entrepreneurship�s.
Saat ini di masyarakat sedang terjadi gonjang ganjing atau pro dan kontra terhadap privatisasi BUMN, yang seolah-olah jika BUMN di privatisasi sama saja dengan menjual BUMN, karena modal BUMN adalah dari kekayaan negara yang dipisahkan, maka opini yang berkembang sama saja dengan menjual aset negara. Sebagai seorang akademisi, dan Wakil Ketua komisi VI DPR, Anwar sangat prihatin mencermati gonjang ganjing ini, dan mencoba meluruskan pengertian tentang privatisasi.

Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003 tetang BUMN, yang dimaksud dengan Privatisasi, adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.

Adapun privatisasi dilakukan dengan cara, pertama, penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal, cara ini disebut IPO (Initial Public Offering), kedua, penjualan saham secara langsung kepada investor, atau Strategic Sales (SS), dan yang ketiga, penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan Persero yang bersangkutan, dan dikenal dengan nama EMBO (Employee Management Buy Out). Adapun Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria, bahwa perusahaan tersebut sektor usahanya kompetitif atau terkait dengan teknologi yang cepat berubah.

Anwar Sanusi, selaku anggota Dewan yang membidangi BUMN, setuju dengan privatisasi, asal tujuannya tidak melenceng, yaitu guna meningkatkan kinerja dan nilai tambah bagi perusahaan. Namun, sebelum diprivatisasi, bagi BUMN yang sakit-sakitan harus diobati dulu agar sehat, yaitu dengan cara restrukturisasi, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Setelah perusahaan tersebut dalam keadaan sehat, berdasarkan arahan dari Komite Privatisasi dan rekomendasi dari Menteri Keuangan, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan DPR, yang membidangi kebijakan BUMN, untuk dibahas secara mendalam dengan prinsip kehati-hatian. Hasil konsultasi, bisa diterima sepenuhnya, ditolak, atau diterima dengan perubahan-perubahan baik metodenya, maupun cara melaksanakannya.

Sejak ia duduk di Komisi VI DPR, Anwar tidak pernah menyetujui cara privatisasi dengan metode strategic sales (SS), walaupun memang ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang mengajukan privatisasi dengan cara tersebut. Dalam kurun waktu hampir lima tahun, Komisi VI DPR, hanya menyetujui beberapa BUMN untuk diprivatisasi, itu pun dengan cara IPO (Initial Public Offering), dengan maksimal saham yang dilepas tidak lebih dari 30% (tiga puluh persen), yang pelaksanaannya secara bertahap menunggu harga saham yang bagus.

Sebagai Pimpinan Komisi VI DPR, Anwar juga secara intensif ikut memperjuangkan ketersediaan bahan baku gas untuk PT. Pupuk Kujang dan PT. Pupuk Iskandar Muda, yang ketika itu hampir saja gulung tikar, akibat kelangkaan bahan baku gas. Dan, Alhamdulilah, kedua perusahaan tersebut hingga kini masih beroperasi dengan baik. Namun, pada akhir masa jabatan sebagai anggota Komisi VI DPR periode 2004~2009, ada yang masih mengganjal, yaitu tentang status pabrik pupuk Asean Aceh Fertilizer (AAF) yang masih dispute antara Menteri Negara BUMN dan Komisi VI DPR.

Menteri BUMN menganggap bahwa AAF bukan BUMN, sedangkan Komisi VI tetap berpendirian bahwa dengan saham Pemerintah Indonesia 60%, maka statusnya menurut UU No. 19 Tahun 2003, adalah Badan Usaha Milik Negara.
Sebetulnya, masih banyak yang ingin dikemukakan Dosen yang juga anggota Dewan ini, antara lain perannya yang sangat menonjol ketika membahas undang-undang tentang Sistem Resi Gudang, yang kalau benar-benar jalan, akan sangat bermanfaat bagi para petani. Undang-undang tentang Penanaman Modal, dengan prinsip Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau one stop service. Dan yang sangat berkesan, bagaimana sosok Anwar Sanusi dipercaya untuk menduduki posisi sebagai Ketua Pansus dalam pembentukan undang-undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang sempat mendapat pujian dari Pak Cik (Ciputra) seorang pengusaha besar, bahwa undang-undang ini jika dilaksanakan dengan baik, akan sangat membantu mengentaskan pengangguran, �Very, very excelent,� ujar Ciputra saat itu kepda Anwar.

sumber: dpr.go.id

< Kembali ke daftar >