Bahasa:
INDONESIA ENGLISH
BERANDA PETA SITUS PEMUTAKHIRAN Cari
 
 

 

 

 
     
 

KENDALI TAMPILAN CANTUMAN

PEMILIHAN UMUM

PRESIDEN-PRESIDEN RI

Soekarno
Masa Bakti 1945-1966
Soeharto
Masa Bakti 1966-1998
BJ. Habibie
Masa Bakti 1998-1999
Abdurrahman Wahid
Masa Bakti 1999-2001
Megawati Soekarnoputri
Masa Bakti 2001-2004
Susilo B. Yudhoyono
Masa Bakti 2004-2014
Joko Widodo
Masa Bakti 2014-

ISTANA-ISTANA PRESIDEN

 

DIREKTORI TOKOH POLITIK

Detail cantuman
< Kembali ke daftar >
Nama
:

Andi Rahmat

Gender
:

Laki-Laki

Tempat lahir
:

Sulawesi Selatan

Tanggal lahir
:

15 Oktober 1975

Jabatan Partai
:

Anggota

Riwayat Hidup
:

ANDI RAHMAT

Nama : Andi Rahmat
Jabatan : Anggota DPR Komisi XI
Dapil : Sulawesi Selatan III
Tempat, tanggal lahir : Sulawesi Selatan, 15 Oktober 1975
Agama : Islam
Istri : Viyatri Widuri
Riwayat Pendidikan:
- SMU Makasar
- FE Univ. Borobudur
- SI FISIP Univ. Indonesia
Riwayat Jabatan:
- Dirut Consult Global Network
- Komisaris PT. Merak Jaya
Pengalaman Organisasi:
- Pengurus Pusat ICMI
- Ketua Garda Muda Merah Putih
- Ketua DPP KNPI
- Ketua Umum KAMMI Pusat 2000-2001

Andi Rahmat (Anggota DPR Fraksi PKS)

Politisi muda angkat bicara soal parlemen dan panggung perpolitikan di negeri ini. Andi Rahmat dari Fraksi PKS adalah satu dari sejumlah politisi muda Senayan yang cukup menonjol. Putra Makassar yang juga menjadi anggota DPR periode 2009-2014 ini adalah salah satu inisiator pengusulan Hak Angket kasus Bank Century. Berikut wawancara wartawan Republika, Andri Saubani dengan Andi Rahmat:


Bisa diceritakan pengalaman Anda menjadi anggota DPR?
Kalau lima tahun lalu masa periode yang tidak nyaman jadi anggota DPR. Pertama, karena kritik yang dalam dari publik. Yang kedua, DPR kurang peka terhadap kritik tersebut. Pengaruh DPR periode lama masih kuat pada periode 2004-2009.
Memang kalau berangkat dari situasi lima tahun yang lalu dengan suasana yang serba tidak nyaman saya sih beranggapan memang harus ada evaluasi. Salah satu evaluasi saya terhadap itu kurangnya komunikasi antara anak-anak muda. Ada beberapa orang seperti Mas Yuddy Chrisnandy yang mencoba menjembatani. Tapi, kita lebih banyak memulai, tidak ada pengalaman sama sekali. Jadi, umumya anak-anak muda yang masuk DPR 2004 lalu itu tidak ada pengalaman sama sekali dengan lingkungan DPR yang baru. Jadi mereka sangat yunior. Kalau ada terobosan-terobosan tidak memiliki efek secara keseluruhan karena inexperience.
Berbeda dengan situasi sekarang, banyak anak muda yang dulu sudah di DPR sekarang masuk kembali. Ini menurut saya bisa menjadi motor bagi perubahan yang lebih mendasar di DPR. Saya kira ini dimulai dengan menegakkan kembali fungsi check and balance yang hilang dari periode sebelumnya. Sekaligus juga menurut saya, anggota DPR muda harus bisa menjawab kekhawatiran publik terhadap kemungkinan terkooptasinya DPR sebagai satu cabang kekuasaan negara oleh eksekutif.

Apa kelebihan politisi muda?
Tidak terlalu luar biasa, tapi karena banyak poltisi muda umumnya sudah pengalaman lima tahun lalu. Dan, pada saat yang sama orang-orang yang lama yang selama ini dikenal sebagai anchor DPR sudah tidak ada di lembaga ini lagi. Ini kesempatan, ada lubang praktik keparlemenan Indonesia ini yang menurut saya bisa diisi oleh anak muda. Yang membuat mudah adalah kita masih kelebihan energi.
Menurut saya lubang ini produk keharusan sejarah, peristiwa sejarah yang sudah dikehendaki bangsa ini. Di mana transisi generasi yang sudah mapan mesti digantikan generasi yang lebih muda. Ini bentuk sirkulasi sosial yang meluas, melebar, yang menyebabkan ruang ini bisa diisi dengan baik oleh generasi muda.

Pengamat politik menyatakan dua masalah DPR periode 2004-2009 adalah beban legislasi dan citra buruk parlemen karena banyak anggota DPR yang ditangkap KPK. Politisi muda bisa apa?
Beban legislasi sebenarnya ada di sistem undangundang.
Prolegnas itu sebenarnya ada dua. Eksekutif memiliki hak yang sama dengan DPR walaupun rumah persetujuan ada di DPR. Kalau dipresentaasekan 60:40 di mana 40 persen dari pemerintah. Ini sulit kecuali kita ada perubahan fundamental dalam Prolegnas.
Pemerintah banyak mengambil UU, draftingnya mereka ambil alih, sehingga prosesnya agak sulit. Sejauh ini drafting DPR lebih progresif, presentasenya tugas DPR itu lebih progresif. Kalau di sisi pemerintah agak sulit karena birokrasinya lebih panjang dan lama. Yang ini memang agak sulit.
Untuk masalah citra parlemen yang buruk, ini masalah attitude atau political behaviour. Perilaku yang diproduksi oleh kultur masa Kalau diperhatikan majority ini kan produk DPR sebelumnya.
Yang ditangkap KPK memang anggota dewan baru yang mencoba beradaptasi dengan sistem lama yang sudah tidak selaras dengan sistem. Mereka korban ketidakmampuan beradaptasi dengan sistem kenegaraan kita. Sementara peride 2004-2009 kalau dilihat statistiknya banyak peninggalan periode sebelumnya yang kemudian dieksekusi di 2004. Solusinya dua. Pertama mencontoh negara-negara yang lebih mapan. Mereka punya UU sendiri untuk mengkanalisasi fakta kehidupan politik itu makin lama makin mahal.
Karena, mereka harus menjamin tiap tahun, tiap masa periode pemilihan itu, mereka bisa kompetisi komuniakasi publiknya juga harus kuat. Di banyak riset, political finance makin lama makin mahal, makin sophisticated sistemnya makin mahal juga political financingnya. Di Amerika, misalnya ada UU lobi. Lobby act itu mengatur pola interaksi anggota DPR. Dan juga pada saat yang sama menyebabkan political financingnya anggota DPR menjadi terbuka. Di Indonesia malah sebaliknya.

Apa bedanya dengan kode etik?
Beda. Kalau kode etik cuma bersifat ke dalam dan tidak ada konsekuensi apa-apa kalau political financing-nya konsekuensinya clear, orang bisa kualifikasi dan orang harus bisa bertanggung jawab. Dan, itulah yang selama ini sudah ada riset di berbagai lembaga termasuk NDI dan IRI itu pernah presentasikan bagaimana political financing di bawah rezim UU lobi.
Anggota DPR misalnya; ��Saya mendukung UU A dan UU B.�� Kemudian, ada orang lain yang diuntungkan dan dia bilang: ��I will help you.�� Dan, disesuaikan dengan UU dia beli atribut iniitu untuk kampanye anggota DPR tadi. Tapi deal-deal tersebut harus akuntabel, masyarakat harus tahu.
Sampai sekrang sistem kita tidak kenyal. Harus diamandemen, menurut saya harus didorong UU lobi ini. Memang ada perlawan dalam DPR sendiri, sekelompok orang yang tidak diuntungkan dengan model seperti ini. Karena, justru dengan lobi-lobi tertutuplah mereka dapat memperoleh manfaat. Menurut saya lobi itu harus dipisah.
Misalnya lobi dengan mitra kerja. Di Amerika itu ada UUnya. Di Indonesia kan ini masih dianggap sebagai praktik korupsi padahal politisi tidak bisa menghindar dari kepentingan banyak pihak karena parlemen adalah pusat aggregasi kepentingan. Kalau itu tidak bisa diadaptasi oleh sitem kita kan repot. UU No 27 tahun 2009 soal MPR, DPR, DPRD, dan DPD sekarang juga tidak menghargai anggota.
Masudnya?
Idealnya kan anggota DPR adalah lembaga karena mereka punya voting right, hak bicara. Dan, UU kita sudah memberikan imunitas kepada hak bicara itu. Jadi dengan demikian tidak mungkin berfungsi angota DPR itu kalau dia tidak dianggap sebagai suatu lembaga.

Memang sekarang dianggap sebagai apa?
Part of the game, bagian dari permainan saja. Sebenarnya usaha menempatkan DPR sebagai lembaga itu sudah dilakukan DPR periode 1999-2004 di mana peran partai politik (parpol)tidak terlau kuat kontrolnya. Tapi, kemudian menimbulkan persoalan karena parpol yang belum matang secara kelambagaan itu kesulitan.

Maksudnya?
Ini berkatian dengan tidak mudahnya anggota DPR karena pendapatnya kemudian dibuat tidak bisa melakukan apa-apa. Sangat mudah untuk ditekan dan diancam.

Kalau bicara PKS sendiri dalam konteks ini bagaimana?
Kultur itu sudah mulai dibangun, di mana yang paling penting adalah penguasaan substansi isu. Jadi secara bertahap bukan political ending-nya yang dipertimbangkan. Tapi, apakah isu anggota ini sadar bahwa apa yang didorong itu bisa dia kontrol dari segi substansinya. Dia memahami dengan baik substansi isu. Ini sudah mulai ditradisikan dalam tubuh Fraksi PKS.

Soal penguasaan isu, dalam Pansus Century hanya sedikit yang memahami apalagi mendalami isu bailout Bank Century?
Tema Century kan agak spesifik, itu berkaitan dengan lebih banyak dengan urusan aspek finansial ketimbang aspek sosialpolitik. Sehingga, kontennya menjadi sangat spesifik dan dunia moneter itu luas secara tradisi dari segi teori dan praktiknya.
Berbeda dengan tema-tema politik yang bisa kita diskresikan atau lokalisir dengan konteks Indonesia. Dari segi itu saya sadar akan sulit bagi banyak teman-teman mendarat di substansinya. Karena, sifat karakter dari tema yang rumit itu. Dalam benak saya barangkali memang tidak ada minat. Tapi, karena keharusan perwakilan dari lembaga-lembaganya di pansus itu maka duduklah mereka.
Yang menjadi agak terbantu, BPK telah menyediakan informasi lewat audit investigasinya. Nah, tinggal mencerna audit BPK saja. Cuma kalau orangnya tidak mau baca BPK, itu jadi masalah. Audit itu harus dicermati, audit itu kan menceritakan peristiwa dalam bentuk perilaku akuntansi.

Jadi apa yang harus dilakukan DPR periode sekarang?
Kerjanya DPR sekarang adalah mengembalikan fungsi check and balance karena itu mandat kosntitusi. Dalam seluruh cara bekerjanya karena itulah esensinya menurut kelembagaan DPR kita.
Bukan dalam gambaran relasi antara oposisi dan koalasi. Tapi, relasinya objektif dengan lembaga-lembaga pemegang kekuasaan lainnya dengan yudikatif atau eksekutif harus begitu.
Kalau itu dilembagakan kita akan melihat dinamika perpolitikan nasional kita menjadi baik. Tidak perlu dipaksakan secara berlebihan proses menciptakan politik yang transpran dan akuntabel akan mudah tercipta. Karena, kalau prinsip check and balance tidak ada di DPR, tidak akan ada perubahan.
Momentumnya ada di Pansus Century ini. Kultur check and balance harus diciptakan dalam Pansus Century. Hubungan kita itu hubungan substansial, kita bisa mengatakan tidak terhadap susbstansi yang memang harus dikatakan tidak.

< Kembali ke daftar >